Rabu, 30 Maret 2011

STRESS

Stres adalah suatu kondisi anda yang dinamis saat seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Stress adalah beban rohani yang melebihi kemampuan maksimum rohani itu sendiri, sehingga perbuatan kurang terkontrol secara sehat. (ref:edy64).

Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan tenggat waktu yang mepet sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka.

Stres bisa positif dan bisa negatif. Para peneliti berpendapat bahwa stres tantangan, atau stres yang menyertai tantangan di lingkungankerja, beroperasi sangat berbeda dari stres hambatan, atau stres yang menghalangi dalam mencapai tujuan. Meskipun riset mengenai stres tantangan dan stres hambatan baru tahap permulaan, bukti awal menunjukan bahwa stres tantangan memiliki banyak implikasi yang lebih sedikit negatifnya dibanding stres hambatan.


MODEL-MODEL STRESS
1. PSIKOSOMATIK STRESS
Dalam menghadapi waktu konflik, seringkali terjadi gangguan pada fungsi badaniah. Gejala-gejala yang sebagian besar mengganggu fungsi faal yang berlebihan sebagai akibat dari manifestasi, gangguan jika ini dinamakan gangguan psikosomatik. Psikosomatik umumnya dapat membantu banyak dalam usaha mengerti hubungan antara kepribadian seseorang dengan penyakit atau gangguannya.
Suatu konflik menimbulkan ketegangan pada manusia dan bila hal ini tidak terselesaikan dan disalurkan dengan baik maka timbullah reaksi-reaksi yang abnormal pada jiwa. Jika ketegangan tersebut mengganggu fungsi susunan saraf negatif, maka hal tersebut yang dinamakan gangguan psikosomatik.
Adapun sebab-sebab timbulnya psikomotorik :
Penyakit organic yang pernah diderita dapat menimbulkan predisposisi untuk tuimbulnya gangguan psikomotorik pada bagian tubuh yang pernah sakit.
Merasakan penyakit orang lain yang secara tidak sadar diidentifikasikan .
Tradisi dan adapt istiadat dalam keluarga atau lingkungan dapat mengarahkan emosi kepada fungsi tertentu.
Suatu emosi yang menjelma menjadi suatu gangguan badaniah tertentu.
Konflik dan gangguan jiwa yang menjelma menjadi suatu gangguan badaniah biasanya hanya pada suatu alat tumbuh saja. Untuk klasifikasi, maka jenis gangguan dibagi menurut organ yang paling terkena, sebagai berikut :
Kulit
Pada dasarnya gangguan stress atau emosi dapat menimbulkan gangguan pada kulit. Hal ini telah lama diketahui. Beberapa penyeliodikan juga telah dilakukan utnuk mengetahui sejauh mana reaksi kulit terhadap kesukaran penyesuaian diri terhadap stress.
Otot dan tulang
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali ditemukan seseorang yang mengalami nyeri otot selain disebabkan faktor hawa dan pekerjaan juga disebabkan oleh faktor emosi. Karena tekanan psikologik maka tonus otot akan meninggi dan penderita mengeluh nyeri kepala dan nyeri punggung. Ketegangan otot ini dapat menyebabkan ketegangan sekitar sendi dan menimbulkan nyeri sendi.
Saluran pernapasan
Gangguan psikosomatik yang timbul dari saluran pernapasan seperti asma bronkiale dengan bermacam-macam keluhannya, kecemasan dapat menimbulkan serangan asma.
Jantung dan pembuluh darah.
Pada saat mengalami stress biasanya seseorang merasakan bahwa jantungnya berdebat-debar . Stress yang menimbulkan kecemasan mempercepat denyut jantung, meninggikan daya pompa jantung dan tekanan darah. Gangguan yang mungkin saja timbul seperti hipertensiosensial, sakit kepala vaskuler dan migraine.
2. ADAPTASI MODEL
Setiap orang secara terus menerus akan menghadapi perubahan fisik, psikis, dan sosial baik dari dalam maupun dari lingkungan luar. Jika hal tersebut tidak dapat dihadapi dengan seimbang maka tingkat stress akan meningkat.
Model adaptasi menunjukkan bahwa empat faktor menentukan apakah suatu situasi adalah menegangkan (Mechanic, 1962). Empat faktor yang mempengaruhi Kemampuan untuk menghadapi stress itu adalah :
Biasanya tergantung pada pengalaman seseorang dengan stressor serupa, sistem dukungan, dan persepsi keseluruhan trehadap stressor.
 Berkenaan dengan prktik dan norma kelompok sebaya individu.
Dampak dari lingkungan sosial dalam membantu seorang individu untuk beradaptasi terhadap stressor.
Sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi stressor.

a. ADAPTASI FISIOLOGIS/BIOLOGIS
Pada dasarnya disetiap tubuh manusia telah terdapat mekanisme pertahanan yang bersifat alami dan bekerja secara teratur sehingga memungkinkan tubuh untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang berasal dari faktor internal. Mekanisme ini bekerja dengan sendirinya dan akan berubah menjadi suatu aksi tanpa didasari dan biasanya berfungsi dalam kondisi yang tidak normal.
b. ADAPTASI PSIKOLOGIS
Seseorang yang menghadapi stress akan mengalami kondisi-kondisi yang tidak mengenakkan secara psikis seperti timbulnya rasa cemas, frustasi, terancam, tak tentram yang semuanya itu berdampak pada munculnya suatu kontak konflik dalam jiwa mereka. dan konflik tersebut diekspresikan dalam bentuk kemarahan atau ekspresi-ekspresi lain yang dapat membuat orang tersebut merasa sedikit nyaman atau terlepas dari stress yang dihadapinya.
ADAPTASI SOSIAL BUDAYA
Setiap lingkungan sosial masyarakat mempunyai tatanan budaya masing-,masing. Antara lingkungan satu dan yang lainnya tentu memiliki budaya berbeda-beda. Perbedaan tersebut yang akhirnya menuntut setiap orang beradaptasi jika hal itu dapat dilakukan dengan baik maka akan tercipta keseimbangan. Namun jika hal tersebut tidak dapat dilakukan bukanlah suatu hal yang tidak mungkin jika orang tersebut akan mengalami stress.
ADAPTASI SPIRITUAL
Setiap agama dan kepercayaan mengandung ajaran yang hendaknya harus dijalankan oleh penganutnya. Ajaran-ajaran ini tentunya juga harus turut andil dalammengatur perilaku manusia ini. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi ajaran-ajaran tersebut pasti terjadi perubahan dalam perilaku manusia.

3. LINGKUNGAN SOSIAL MODEL
Keadaan lingkungan dan masyarakat sangat mempengaruhi seseorang dalam beradaptasi. Keadaan lingkungan yang stabil dan seimbang akan memudahkan seseorang dalam beradaptasi. Sedangkan keadaan masyarakat dengan hubungan sosial yang baik juga akan memudahkan individu dalam melakukan adaptasi agar terhindar dari stress.

4. PROSES MODEL
Pada dasarnya proses model adalah berlangsungnya kejadian dan masalah yang terjadi pada seseorang sehingga
mempengaruhi orang tersebut yang pada akhirnya mengalami stress dan proses menghadapi stress itu sendiri.



SUMBER :

http://id.wikipedia.org/wiki/Stres

http://akperunipdu.blogspot.com/2008/05/stress-dan-adaptasi.html

PRIVASI

Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitaswalaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.

Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah, perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan kadang,konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki hukum yang, dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturanpajak umumnya mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap pribadi di negara atau budaya lain.

Privasi dapat secara sukarela dikorbankan, umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian. Contohnya adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi; seseorang memberikan detil personalnya (sering untuk kepentingan periklanan) untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah. Contoh lainnya adalah jika informasi yang secara sukarela diberikan tersebut dicuri atau disalahgunakan seperti pada pencurian identitas.

Faktor Pengaruh Privasi
1.Faktor Personal
Latar belakang pribadi memiliki kaitan yang erat dengan kebutuhan akan privasi

2.Faktor Situasional
Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang didalamnya untuk menyendiri (Gifford dalam Prabowo, 1998)

3.Faktor Budaya

terdapat perbedaan pandangan mengenai privasi atau bagaimana individu mendapatkan privasinya dalam setiap budaya dimana ia berada.

PENGARUH PRIVASI TERHADAP PRILAKU :
Pengaruh privasi terhadap perilaku dipicu dari berbagai sumber :
Altman (1975) menjelaskan bahwa fungsi psikologis dari prilaku yang penting adalah untuk mengtur interaksi antara seseorang atau kelompok dengan lingkungan social.
Maxine Walfe dan kawan-kawan (dalam Holahan, 1982) mencatat bahwa pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi dalam khidupan sehari-hari.
Westin (dalam Holahan , 1982 ) bahwa ketertutupan terhadap informasi yang personal yang selektif, memenuhi kebutuhan individu untuk membagi kepercayaan dengan orang lain.


http://id.wikipedia.org/wiki/Privasi

http://psikologilingkunganrahmawati.wordpress.com/2011/03/29/privasi/

http://azhenk2009.blogspot.com/2010/04/privasi-dan-teritorial-manusia.html

TERITORIALITAS

Holahan (dalam Iskandar, 1990), mengungkapkan bahwa teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilikan atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan cirri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain. Degan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu territorial primer.

Teritorialitas dapat diartikan sebegai perwujudan “ego” seseorang atau dengan kata lain sebagai perwujudan dari privasi seseorang (Laurens, J.M,2001,h.94). Teritori dapat dijadikan sebagai wahana untuk menampilkan identitas seseorang dan dapat pula diasosiasikan dengan perasaan, penilaian, dan keterikatan atas suatu ruang. Teritori individu dapat dikenali dengan personalisasi ruang yang tercipta. Teritorialitas memiliki pengaruh yang baik bagi pemiliknya, karena teritori tersebut dapat mengendalikan akses dan berbagai hal yang terjadi di dalamnya (Halim, D., 2005,h. 255).

Kita dapat mengetahui bagaimana teritorialitas ini terjadi dengan mengenal klasifikasi teritori. Klasifikasi yang sudah dikenal luas adalah klasifikasi yang dibuat oleh Altman (1980) yang didasarkan pada derajat privasi, afiliasi, dan kemungkinan pencapaian (Laurens, J. M, 2001,h.96-97).

a. Teritori Primer

Tempat-tempat yang bersifat sangat pribadi dan hanya boleh dimasuki oleh orangorang yang sudah sangat akrab atau sudah mendapatkan ijin khusus. Disini keterlibatan psikologis penghuni sangat tinggi, karena beerkenaan dengan kehidupan sehari-hari dimana penghuni mengendalikan penggunaan teritori secara relatif tetap. Dipahami sebagai milik permanen baik oleh penghuni maupun orang lainnya. Pemilik memiliki kontrol lengkap dan pelanggaran adalah masalah serius. Misal ruang kerja (kantor) dan ruang tidur (rumah).

b. Teritori Sekunder

Tempat-tempat yang dimiliki bersama oleh sejumlah orang yang sudah cukup saling mengenal. Orang lain hanya melihat penghuni sebagai salah satu pengguna yang kredibel. Dipersonalisasi selama periode yang legal. Adanya aturan bahwa penghuni berhak mendudukinya. Pengendalian teritori disini tidak sepenting pada teritori primer. Misal ruang kelas atau kantin kampus.

c. Teritori Publik

Tempat-tempat yang terbuka untuk umum yang pada prinsipnya semua orang berhak untuk berada di tempat tersebut. Kontrol sangat sulit dilakukan, penghuni hanya dilihat sebagai salah satu dari banyaknya pengguna.Dipersonalisasi secara temporer dengan sedikit pertahanan. Misal tempat rekreasi (pantai) atau pusat perbelanjaan. Terkadang pula, terjadi teritori publik dikuasai oleh kelompok tertentu dan tertutup bagi kelompok lain.



SUMBER :

e-learning.gunadarma.ac.id

http://psikologilingkunganrahmawati.wordpress.com/2011/03/22/teritorialitas/

http://psylingkunganristiya.blogspot.com/2011/03/teritorialitas.html

http://alamanda-linda.blogspot.com/2010/04/teritorialitas.html

RUANG PERSONAL

Edwad Hall, seorang peneliti di bidang ruang personal, membagi jarak antar personal ke dalam 8 bagian. Menurutnya terjadi gradasi jarak berdasarkan tingkat keakraban antar personal. Kedelapan jarak tersebut dikelompokkan ke dalam empat jarak utama, yaitu:

  1. Jarak Intim
    1. Jarak Intim Dekat (0-6 inchi atau 0-15 cm), yaitu jarak yang muncul pada kondisi memeluk, menenangkan, percintaan, pergulatan (olahraga) atau kontak penuh dengan orang lain. Orang-orang tidak hanya berinteraksi pada situasi intim, atau melakukan kegiatan berdasarkan peraturan (gulat), tapi juga bisa terjadi pada kondisi emosi negatif (mis: manajer bola basket yang bertengkar dengan wasit).
    2. Jarak Intimm Jauh (6-18 inc atau 15-45 cm), mewakili hubungan yang cukup erat, misalnya seseorang yang membisikan sesuatu ke temannya,
  2. Jarak Personal
    1. Jarak Personal Dekat (18-30 inc atau 45-75 cm), yang berlaku bagi orang-orang yang saling mengenal satu sama lain dalam konteks yang positif. Biasanya diwakili oleh orang yang saling berteman atau pasangan yang sedang berbahagia.
    2. Jarak Personal Jauh (75 cm-1,2 m), adalah jarak yang digunakan oleh orang-orang yang berteman tapi tidak saling akrab. Biasanya jika kita menjumpai dua orang yang bercakap pada jarak ini maka hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah berteman tapi tidak saling akrab,
  3. Jarak Sosial
    1. Jarak Sosial Dekat (1,2 – 2 m), terjadi pada situasi ketika kita diperkenalkan kepada kawan ibu kita ketika bertemu di super market,
    2. Jarak Sosial Jauh (2-3,5 m), umumnya terjadi ketika melakukan transaksi bisnis resmi. Pada situasi ini sangat kecil atau sama sekali tidak ada suasana pertemanan, karena biasanya masing-masing perusahaan mengutus wakil untuk berinteraksi,
  4. Jarak Publik
    1. Jarak Publik Dekat (3,5-7 m), biasanya digunakan oleh seorang dosen yang mengajar kelas theater yang terdiri dari ratusan murid di mana jika berbicara harus dari jarak yang tepat sehingga suaranya terdengar di seluruh penjuru ruangan. Jika kita berbicara kepada 30-40 orang, kira-kira jarak inilah yang umum kita pakai agar suara kita bisa terdengar jelas oleh masing-masing orang,
    2. Jarak Publik Jauh (7 m atau lebih), biasanya jarak yang disediakan jika ada interaksi masyarakat umum dengan seorang tokoh penting. Akan tetapi jika tokoh itu ingin bercakap maka umumnya dia akan mendekat.

Ada beberapa unsur yang mempengaruhi jarak RP seseorang, yaitu:

1. Jenis Kelamin

Umumnya laki-laki memiliki ruang yang lebih besar, walaupun demikian faktor jenis kelamin bukanlah faktor yang berdiri sendiri,

2. Umur

Makin bertambah usia seseorang, makin besar ruang personalnya, ini ada kaitannya dengan kemandirian. Pada saat bayi, hampir tidak ada kemampuan untuk menetapkan jarak karena tingkat ketergantungan yang makin tinggi. Pada usia 18 bulan, bayi sudah mulai bisa memutuskan ruang personalnya tergantung pada orang dan situasi. Ketika berumur 12 tahun, seorang anak sudah menerapkan RP seperti yang dilakukan orang dewasa.

3. Kepribadian,

Orang-orang yang berkepribadian terbuka, ramah atau cepat akrab biasanya memiliki RP yang lebih kecil. Demikian halnya dengan orang-orang yang lebih mandiri lebih memilih ruang personal yang lebih kecil. Sebaliknya si pencemas akan lebih mengambil jarak dengan orang lain, demikian halnya dengan orang yang bersifat kompetitif dan terburu-buru.

4. Gangguan Psikologi atau Kekerasan

Orang yang mempunyai masalah kejiwaan punya aturan sendiri tentang RP ini. Sebuah penelitian pada pengidap skizoprenia memperlihatkan bahwa kadang-kadang mereka membuat jarak yang besar dengan orang lain, tetapi di saat lain justru menjadi sangat dekat

5. Kondisi Kecacatan

Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan antara kondisi kecatatan dengan RP yang diterapkan. Beberapa anak autis memilih jarak lebih dekat ke orang tuanya, sedangkan anak-anak dengan tipe autis tidak aktif, anak hiperaktif dan terbelakang mental memilih untuk menjaga jarak dengan orang dewasa.

6. Ketertarikan

Ketertarikan, keakraban dan persahabatan membawa pada kondisi perasaan positif dan negatif antara satu orang dengan orang lain. Namun yang paling umum adalah kita biasanya akan mendekati sesuatu jika tertarik. Dua sahabat akan berdiri pada jarak yang berdekatan dibanding dua orang yang saling asing. Sepasang suami istri akan duduk saling berdekatan dibanding sepasang laki-laki dan perempuan yang kebetulan menduduki bangku yang sama di sebuah taman.

7. Rasa Aman/Ketakutan

Kita tidak keberatan berdekatan dengan seseorang jika merasa aman dan sebaliknya. Kadang ketakutan tersebut berasal dari stigma yang salah pada pihak-pihak tertentu,misalnya kita sering kali menjauh ketika berpapasan dengan orang cacat, atau orang yang terbelakang mental atau bahkan orang gemuk. Mungkin rasa tidak nyaman tersebut muncul karena faktor ketidakbiasaan dan adanya sesuatu yang berbeda.

8. Persaingan/Kerjasama

Pada situasi berkompetisi, orang cenderung mengambil posisi saling berhadapan, sedangkan pada kondisi bekerjasama kita cenderung mengambil posisi saling bersisian. Tapi bisa juga sebaliknya, sepasang kekasih akan duduk berhadapan di ketika makan di restoran yang romantis,sedangkan dua orang pria yang duduk berdampingan di meja bar justru dalam kondisi saling bersaing mendapatkan perhatian seorang wanita yang baru masuk.

9. Kekuasaan dan Status

Makin besar perbedaan status makin besar pula jarak antar personalnya.

10. Pengaruh Lingkungan Fisik

Ruang personal juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik. Di ruang dengan cahaya redup orang akan nyaman jika posisinya lebih berdekatan, demikian halnya bila ruangannya sempit atau kecil. Orang juga cenderung memilih duduk di bagian sudut daripada di tengah ruangan.

11. Dan beberapa variasi lain seperti budaya, religi dan suku/etnis



sumber :

http://alusi.wordpress.com/2008/06/20/ruang-personal/

Environmental Psychology, Principles and Practices (Robert Gifford, 1997)


Selasa, 15 Maret 2011

KESESAKAN

Kesesakan (crowding) dan kepadatan (densitiy) merupakan fenomena yang akan
menimbulkan permasalahan bagi setiap negara di dunia di masa yang akan datang.
Hal ini dikarenakan terbatasnya luas bumi dan potensi sumber daya alam yang dapat
memenuhi kebutuhan hidup manusia, sementara perkembangan jumlah manusia di
dunia tidak terbatas.
Kesesakan dan kepadatan yang timbul dari perkembangan jumlah manusia di
dunia pada masa kini telah menimbulkan berbagai masalah sosial di banyak negara
(misalnya : Indonesia, India, Cina, dan sebagainya), baik permasalahan yang
bersifat fisik maupun psikis dalam perspektif psikologis. Contoh permasalahan sosial
yang nyata dalam perspektif psikologis dari kesesakan dan kepadatan penduduk
adalah semakin banyaknya orang yang mengalami stres dan berperilaku agresif
destruktif.
Berdasarkan fenomena yang muncul dari dari realitas kini dan perkiraan
berkembangnya dan timbulnya masalah di masa yang akan datang, maka dalam
perspektif psikologi lingkungan kiranya dipandang tepat untuk menjadikan
kesesakan dan kepadatan menjadi argumen bagi suatu pengkajian secara lebih dini
dan lebih mendalam dalam usaha mengantisipasi persoalan-persoalan sosial yang
pasti akan timbul pada masa kini dan masa yang akan datang.


Faktor-faktor yang mempengaruhi kesesakan

1. Faktor Personal
a. Kontrol Pribadi dan Locus Of Control; Selligman, dkk :
Kepadatan meningkat bias menghasilkan kesesakan bila individu sudah tidak punya control terhadap lingkungan sekitarnya. Control pribadi dapat mengurangi kesesakan. Locus Of Control ibternal : Kecendrungan individu untuk mempercayai (atau tidak mempercayai) bahwa keadaab yang ada di dalam dirinya lah yang berpengaruh kedalam kehidupannya.

b. Budaya, pengalaman dan proses adaptasi
Menurut Sundstrom : Pengalaman pribadi dalam kondisi padat mempengaruhi tingkat toleransi.
Menurut Yusuf : Kepadatan meningkat menyebabkan timbulnya kreatifitas sebagai intervensi atau upaya menekankan perasaan sesak.

c. Jenis kelamin dan usia
Pria lebih reaktif terhadap kondisi sesak
Perkembangan, gejala reaktif terhadap kesesakan timbul pada individu usia muda.

2. Faktor Sosial
a. Kehadiran dan perilaku orang lain
b. Formasi koalisi
c. Kualitas hubungan
d. Informasi yang tersedia

3. Faktor Fisik
- Goves dan Hughes : Kesesakan didalamnya rumah berhubungan dengan factor-faktor fisik, jenis rumah, urutan lantai, ukuran, suasan sekitar.
- Altman dan Bell, dkk : Suara gaduh,panas, polusi, sifat lingkungan, tipe suasana, karakteristik setting mempengaruhi kesesakan.


Teori-Teori kesesakan

1. Teori Beban Stimulus
Kesesakan akan terjadi bila stimulus yang diterima individu terlalu banyak (melebihi kapasitas kognitifnya) sehingga timbul kegagalan dalam memproses stimulus atau info dari lingkungan.

Menurut Keating, Stimulus adalah Hadirnya banyak orangdan aspek-aspek interaksinya, kondisi lingkungan fisik yang menyebabkan kepadatan social.
Informasi yang berlebihan dapat terjadi karena:
a. Kondisi lingkungan fisik ytang tidak menyenangkan
b. Jarak antar individu ( dalam arti fisik) yang terlalu dekat.
c. Suatu percakapan yang tidak dikehendaki.
d. Terlalu banyak mitra interaksi.
e. Interaksi yang terjadi dirasa terlalu dalam atau terlalu lama.

2. Teori Ekologi
Membahas kesesakan dari sudut proses social.
a) Menurut Micklin:
Sifat-sifat umum model pada ekologi manusia :
1. Teori ekologi perilaku: Fokus pada hubungan timbale balik antara orang dengan lingkungan.
2. Unit analisisnya : Kelompok social, bukan individu dan organisasi social memegang peranan penting.
3. Menekankan pada distribusi dan pengunaan sumber-sumber material dan social.
b) Menurut Wicker,
Teori Manning: Kesesakan tidak dapat dipisahkan dari factor setting dimana hal itu terjadi.

3. Teori Kendala Prilaku
Kesesakan terjadi karena adanya kepadatan sedemikian rupa sehingga individu merasa terhambat untuk melakukan sesuatu.Kesesakan akan terjadi bila system regulasi privasi seseorang tidak berjalan secara efektif lebih banyak kontak social yang tidak diinginkan. Kesesakan timbul karena ada usaha-usaha yang terlalu banyak, yang butuh energy fisik maupun psikis, guna mengatur tingkat interaksi yang diinginkan.



Pengaruh Kesesakan Terhadap Perilaku
Menurut Beberapa Ahli :
- Aktivitas seseorang akan terganggu oleh aktivitas orang lain
- Interaksi interpersonal yang tidak diinginkan akan mengganggu individu dalam mencapai tujuan personalnya
- Gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan (Epstein, 1982) serta disorganisasi keluarga, agresi, penarikan diri secara psikologi (psychological withdrawal)
- Menurunnya kualitas hidup (Freedman, 1973).
- Penurunan – penurunan psikologis, fisiologis, dan hubungan sosial individu. Pengaruh psikologis yang ditimbulkan oleh kesesakan antara lain adalah perasaan kurang nyaman, stres, kecemasan, suasana hati yang kurang baik, prestasi kerja dan prestasi belajar menurun, agresivitas meningkat, dan bahkan juga gangguan mental yang serius.
- Malfungsi fisiologis seperti meningkatnya tekanan darah dan detak jantung, gejala – gejala psikosomatik, dan penyakit – penyakit fisik yang serius (Worchel dan Cooper, 1983).
- Kenakalan remaja, menurunnya sikap gotong-royong dan saling membantu, penarikan diri dari lingkungan sosial, berkembangnya sikap acuh tak acuh, dan semakin berkurangnya intensitas hubungan sosial (Holahan, 1982)
- Fisher dan Byrne (dalam Watson dkk., 1984) menemukan bahwa kesesakan dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan menyelesaikan tugas yang kompleks, menurunkan perilaku sosial, ketidaknyamanan dan berpengaruh negatif terhadap kesehatan dan menaikkan gejolak fisik seperti naiknya tekanan darah (Evans, 1979).

Dari sekian banyak akibat negatif kesesakan pada perilaku manusia, Brigham (1991) mencoba menerangkan dan menjelaskannya menjadi :
(1) pelanggaran terhadap ruang pribadi dan atribusi seseorang yang menekan perasaan yang disebabkan oleh kehadiran orang lain;
(2) keterbatasan perilaku, pelanggaran privasi dan terganggunya kebebasan memilih;
(3) kontrol pribadi yang kurang
(4) stimulus yang berlebihan.
Freedman (1975) memandang kesesakan sebagai suatu keadaan yang dapat bersifat positif maupun negatif tergantung dari situasinya. Jadi kesesakan dapat dirasakan sebagai suatu pengalaman yang kadang-kadang menyenangkan dan kadang-kadang tidak menyenangkan.
Walaupun pada umumnya kesesakan berakibat negatif pada perilaku seseorang, tetapi menurut Altman (1975) dan Watson dkk. (1984), kesesakan kadang memberikan kepuasan dari kesenangan. Hal ini tergantung pada tingkat privasi yang diinginkan, waktu dan situasi tertentu, serta setting kejadian. Situasi yang memberikan kepuasan dan kesenangan bisa kita temukan, misalnya pada waktu melihat pertunjukan musik, pertandingan olahraga atau menghadiri reuni atau resepsi.

sumber :

HASNIDA, S.Psi. 2002. "CROWDING (KESESAKAN) DAN DENSITY (KEPADATAN)". USU digital library. Sumatra Utara