Sabtu, 29 Mei 2010

Pengalaman menyekolahkan anak ‘special need’ 5

kisah ini diambil dari http://puterakembara.org/rm/Sharing.shtml
sebuah kisah dari seorang ibu (Ibu Wiwie) yg mempunyai anak dengan kebutuhan khusus.

inilah kisahnya lanjutannya.

Selain Thomas, Andrepun tidak menikmati sekolahnya. Mungkin Andre termasuk anak dengan type belajar dominan kinestetis, yang sulit menerima pelajaran dengan metode klasikal dan serius, atau mungkin karena kurang perhatian dari ibunya, prestasi belajarnya pas-pasan. Perlu 5 jam untuk mengajari PPKN menjelang EHB, belum pelajaran yang lain. Hanya pelajaran agama yang lumayan, karena bisa diajarkan dengan menarik (misalnya main drama dengannya), sehingga cepat ‘dicerna’. Setelah tiap malam bersusah payah menidurkan mereka, pagi hari juga menjadi perjuangan untuk membangunkan & memotivasi ke 2 anak saya untuk bersekolah. Ada saja alasan Andre, yang pura-pura sakitlah, yang ngantuklah…. kalau Thomas hanya nangis, teriak-teriak ‘tidak mau sekolah’.

Tahun itu juga adalah masa-masa paling berat me’manage’ beberapa macam terapi autis (ABA, Okupasi, Speech, diet CFGF, BT). Untuk bisa ketat menjalani diet CFGF, saya harus eksperimen makanan2 ‘halal’ untuk Thomas, padahal saya tidak bisa masak dan tidak suka ke dapur. Untuk sedikit mengerti Biomedical Treatment (BT), saya harus memaksa diri membaca literatur2 bahasa Inggris dengan banyak istilah medis. Sampai saat ini juga masih banyak yang tidak saya mengerti.

Hubungan dengan suami juga menjadi terganggu. Saya menjadi terlalu sensitif dan defensif, padahal kadang-kadang maksud suami hanya memberi saran atau bantuan. Karena sudah berhenti kerja, saya merasa benar-benar ‘terjebak’ di rumah, sibuk mengasihani diri sendiri, dan merasa paling malang sedunia. Syukur Tuhan memberikan suami yang dari dulu selalu berpikir positif, dialah yang selalu bisa mengingatkan saya untuk bisa bersyukur atas setiap kemajuan, walaupun sekecil apapun.

Akhirnya saya dan suami sepakat, untuk melakukan ‘sesuatu’ yang besar untuk merubah kondisi ini.

Atas rekomendasi teman baik, di bulan Maret-April 2002 Thomas ‘trial’ di sebuah playgroup di Bintaro tiap hari Selasa dan Kamis. Perjalanan panjang (4 jam pulang pergi) dari Pulo Gebang - Bintaro, tapi untungnya Thomas bisa dan menikmati terapi di mobil. Ternyata Thomas sangat suka dengan sekolah barunya, tiap hari minta sekolah ke Bintaro.

Saya dan suami ambil keputusan ‘nekat’ dalam 2 minggu : pindah rumah ke Bintaro, cari rumah kontrakan. Banyak teman terkaget-kaget, bahkan kami sendiri juga kadang tidak habis pikir dengan keputusan kami dulu. Tapi mungkin sudah jalan Tuhan.

Saya dan suami juga sepakat Andre harus mendapatkan sekolah yang bagus, sehingga saya bisa konsentrasi pada Thomas, tanpa ‘mengorbankan’ Andre. Syukurlah Andre sangat menyukai sekolah barunya, prestasinya cukup bagus tanpa saya sering ajari, dan kepercayaan dirinya meningkat pesat. Kalau dulu dia melabel dirinya hanya pintar gambar dan Thomas pintar matematika, sekarang semua pelajaran dia suka. Happy ending untuk Andre.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar