Selasa, 18 Mei 2010

Pengalaman menyekolahkan anak ‘special need’ 1

kisah ini diambil dari http://puterakembara.org/rm/Sharing.shtml
sebuah kisah dari seorang ibu (Ibu Wiwie) yg mempunyai anak dengan kebutuhan khusus.

inilah kisahnya.

Mempunyai 2 anak dimana yang sulung (Andre, 8 tahun) sering sakit karena alergi debu dan gangguan pencernaan, dan anak bungsu (Thomas, 5 tahun) penyandang ASD (Autism Spectrum Disorder), sungguh ternyata tidak mudah. Salah satu kesulitan terbesar adalah mencari sekolah yang tepat untuk Thomas.

Saya bersyukur sekali, bahwa akhirnya 6 bulan terakhir ini perkembangan di sekolah sangat besar, dibanding kondisi awalnya. Berjuang melawan autisme ibaratnya ikut lari maraton : jarak jauh (bisa bertahun-tahun) sehingga perlu persiapan, stamina dan strategi lari yang tepat, bertahap tapi konsisten. Setelah 3,5 tahun jadi peserta ‘maraton autisme’, kemajuan Thomas di sekolah menjadi reinforcement besar, obat kuat penambah semangat untuk terus ikut lari, tetap dalam barisan peserta maraton . . . walaupun garis finish belum terbayang. Jalan mungkin masih sangat panjang, tapi lebih bersemangat karena ada harapan terus, buah-buah mulai terlihat….

Tanggal 20 Mei 2003, saya, guru kelas, konsultan (acara rutin PTCC : Parent-Teacher-Consultant Conference) dan juga guru pendamping (Shadow Aid) bertemu di sekolah untuk membahas perkembangan Thomas di kelas. Hasilnya sangat menggembirakan : bantuan Shadow Aid sudah sangat minimal, hanya diperlukan saat singing time (Thomas tidak terlalu suka nyanyi bersama). Selain itu, kontrol sudah di tangan 3 guru kelasnya. Guru juga sudah berkomunikasi dengan Thomas dengan nada suara biasa dan tanpa usaha ekstra untuk menarik perhatiannya. Bila tiba-tiba dia tersadar ada perubahan aktivitas, Thomas sudah bisa bertanya pada temannya, misalnya : ’kita mau ngapain?’ atau ‘kita mau kemana?’. Dia juga tidak segan-segan untuk minta bantuan temannya bila ada kesulitan. Walaupun sedang asyik mengerjakan aktivitas kesukaannya (origami, membaca buku), Thomas akan segera bergabung dengan teman-temannya untuk melakukan aktivitas baru lainnya. Menulis sudah lebih rapi, ada spasi. Kemampuan akademis tidak menjadi masalah, bahkan sering lebih bagus/cepat selesai dari teman-temannya. Yang menjadi ‘concern’ guru 2 minggu terakhir adalah Thomas tiba-tiba suka teriak, kadang tanpa sebab yang jelas.

Kesimpulannya, Juli nanti Thomas benar-benar memenuhi syarat untuk naik ke TK B. Saat itu, tidak ada berita yang lebih menggembirakan lagi buat kami sekeluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar