Selasa, 18 Mei 2010

Pengalaman menyekolahkan anak ‘special need’ 3

kisah ini diambil dari http://puterakembara.org/rm/Sharing.shtml
sebuah kisah dari seorang ibu (Ibu Wiwie) yg mempunyai anak dengan kebutuhan khusus.

inilah kisahnya lanjutannya.

Tanggal 9 Juni saya menerima buku raportnya, dan progres Thomas lebih terlihat jelas dari kacamata sekolah. Kalau di akhir cawu I Thomas masih sangat perlu dibimbing untuk berkomunikasi dengan teman-temannya di kelas, di akhir cawu III bimbingan masih diperlukan untuk lebih memberikan fokus dan perhatian terhadap diskusi/presentasi yang diberikan secara group. Selain sudah bisa membaca buku cerita dalam bahasa Inggris dengan cukup lancar, dia juga sudah mulai mengerti penjelasan guru dalam kalimat bahasa Inggris yang cukup panjang. Kelemahan yang lain seperti menggambar, mewarnai, menggunting dan melipat sudah bisa diatasi. Kegiatan fieldtrip ke tempat2 umum (Planetarium, Kebun Binatang, Pemadam Kebakaran, dll) menjadi kegiatan yang sangat menyenangkan buatnya. Yang masih menjadi kesulitan besar adalah mengikuti permainan2 olah raga atau gerak & lagu.

Semua hasil ini berkat kerja sama yang baik antara Sekolah dan Team Terapis ABA (Konsultan, Case Manager, Terapis, Shadow Teacher/Aid). Sejak Oktober 2002 tercipta kerja sama itu dalam bentuk : Observasi di kelas, pencatatan Daily Log di kelas, Shadow Aid, dan PTCC secara rutin.

Yang membuat kami terharu, guru-guru mau tahu lebih banyak tentang autis, semangat untuk ikut seminar/workshop autis, bahkan mau menerapkan apa yang mereka pelajari maupun yang disarankan oleh konsultan. Untuk mencapai tujuan, mereka juga meluangkan waktu untuk ‘playday’ khusus dengan Thomas.Waktu saya sharing di sekolah tentang makalah presentasi yang saya buat untuk eks kantor saya kerja (dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan public awareness tentang autism), hampir semua guru-guru di sekolah itu duduk selama 3 jam lebih, serius menyimak sharing. Banyak pertanyaan, cerminan rasa kepedulian mereka yang tinggi. Sungguh, di luar pengharapan saya.

Syukur pada Tuhan, perjuangan panjang mulai membuahkan hasil dan sejak pindah ke Bintaro kami dipertemukan dengan banyak orang-orang yang sangat membantu : guru-guru sekolah dan team terapis ABA yang lebih kooperatif, dan teman-teman special parent sesama peserta ‘maraton’.

Dua tahun, bahkan setahun yang lalu, hasil seperti ini sama sekali tidak terbayangkan.

Setelah menjalani terapi (ABA) selama 1.5 tahun, pada usia 3 tahun 3 bulan, kami putuskan untuk mencoba memasukkan Thomas ke play group, dengan suatu tujuan : belajar bersosialisasi (walau saat itu sebenarnya kami tidak begitu paham artinya sosialisasi).

Setelah survey beberapa sekolah dan melalui sedikit test akademis, Thomas diterima di suatu sekolah umum di Jakarta Timur yang cukup besar, satu sekolah dengan kakaknya yang masuk kelas 1 SD. Jumlah murid 35 anak dengan 2 guru, tetapi Shadow Aid diijinkan masuk ke kelas sampai Thomas dianggap bisa mandiri. Di sekolah itu hanya dia yang autis, tapi ada beberapa anak ADD atau ADHD di kelas lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar